Suatu petang di salah satu minimarket yang ada tempat duduk-duduknya. Ceritanya, saya adalah salah satu yang mengisi satu set meja di tempat itu. Single-seat, didampingi tumpukan galon dan gas elpiji di sebelah kiri, saya menikmati sebotol minuman pengganti ion tubuh, halah!
Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari menunggu transportasi berbasis aplikasi. Hingga percakapan sepasang pelanggan minimarket yang membuatku tertarik mencuri dengar.
"Kok lama banget sih?" tanya yang perempuan.
Jadi rupanya si perempuan keluar minimarket lebih dulu untuk mengisi meja kosong untuk mereka duduk-duduk. Sementara yang laki-laki antri untuk bayar belanjaan mereka di kasir, dengat kondisi antrian yang sepanjang jalan kenangan. Apa sih?
"Sorry, Yang ngantri banyak." jawab yang laki-laki.
Jawaban yang laki-laki cukup membuat hati bahagia mendengarnya. Keren, mau antri.
"Cari celah kek!" kata yang perempuan.
Apaaa? Sungguh sebuah kata-kata yang nggak pernah terduga akan kudengar dari percakapan membanggakan sepersekian detik lalu.
Dari sejak muda
Lalu teringat kenangan di akhir bulan Ramadan lalu, di minimarket juga ketika antre bayar belanjaan menunggu tiga orang lagi di depanku. Minimarket ini ada di jalur mudik, jadi ramainya luar biasa.Seorang anak usia 4 atau 5 tahunan nyelip-nyelip ke depan kasir. Dengan jinjit-jinjit dia menyodor-nyodorkan es krim dan jajanan ke atas meja kasir yang tinggi. Nggak sabar pengen bayar duluan.
Kemudian entah darimana ibu muda muncul menghampiri balita yang sudah di depan kasir itu. Tahu apa akan dilakukan?
Dia gendong anaknya, dibawanya anaknya ke belakang antrean. Hanya terselang satu orang dibelakangku, rupanya ayah si anak sedang mengantre.
MasyaAllah ini keren. Asli! Disaat mungkin beberapa oknum orang tua memanfaatkan anaknya untuk menerobos antrean. Ini enggak!
Aku kemudian tertarik untuk menguping mereka.
"Kakak, kalau mau bayar antre dulu ya. Tuh banyak om dan tante juga sedang nunggu giliran." Kata ibunya.
"Nanti eskrimnya encer." jawab anaknya. Wow! Cerdas juga jawaban anaknya.
"Iya, sebentar aja ya kak. Itu sedikit lagi." jawab ayahnya.
"Pengen makan sekarang esnya." Kata anaknya sedikit rewel manja khas bocah.
"Sama, ayah juga pengen makan sekarang esnya. Tapi kan harus bayar dulu, biar esnya udah punya kita, baru deh boleh dimakan." jawaban ayah yang sangat cerdas juga.
"Ini kan es punya aku." rengek anaknya lagi.
"Iya itu punya kakak kok, kita bayar dulu ya."
Sungguh, dalam antrean itu, aku hanya menikmati percakapan keluarga kecil dibelakang. Bagaimana orang tua negosiasi sama anaknya. Mewariskan pendidikan, karakter dan budaya yang baik untuk anaknya.
Edukasi?
Ada sebuah pemaparan oleh Bu Eli Risman di sebuah gelar wicara. Bahwa orang tua adalah aktor utama yang akan membentuk karakter sang anak. Dari hal-hal kecil seperti rutinitas keseharian, hingga hal-hal yang mencakup "kesehatan" rumah tangga.Hmm. Bahasan ini saya bukan ahlinya sih. Hanya tahu sedikit saja. Maka dari itu mari kita lanjut.
Kagum
Ya, aku kagum dan selalu kagum dengan orang tua yang mampu memahat karakter baik kepada anak-anaknya. Memahat karakter tanpa merampas hak-hak anak untuk memilih jalan hidupnya.Dan rupanya transportasi yang ditunggu sudah datang. Saatnya mengakhiri tulisan ini.