Hati, dan Apa Yang Tampak

Hati, dan Apa Yang Tampak

Published on 21 Jul 2018 | Takes approximately 2 min to read
Hijabkan saja dulu hatinya, baru kepalanya.
Percuma kepalanya berhijab, tapi hatinya nggak.
Kalau hijrah tapi kelakuan masih sama ya percuma.
Sering nggak menemukan pernyataan-pernyataan diatas?

Selebriti Hijrah

Beberapa hari ke belakang, linimasa media sosialku ramai menyoroti tentang dua artis perempuan yang memantapkan hati memutuskan untuk berhijab. Sebut saja FT , KP dan NM. Alhamdulillah, MasyaAllah, TabarakAllah. Bahagia dan salut ketika pertama mendengar berita baik ini. Terutama ketika melihat kemunculan FT pertama kali live di salah satu acara TTS di stasiun TV Swasta.

Hasrat ingin kepo kemudian muncul. Menemukan alasan untuk membuka media sosial mereka saat itu juga. Yup! Setiap kiriman di media sosial yang seringkali menarik untuk dibaca adalah komentar warganet.

Sembari menggulir layar ponsel, mataku memindai singkat komentar-komentar yang ada. Seperti pada umumnya, kontennya beragam. Celaan, sindiran, rasa tidak percaya, ucapan selamat, nasihat, harapan kebaikan, hingga doa-doa agar senantiasa istiqomah.

Dari komentar warganet yang begitu beragam, aku menyorot tiga pernyataan diawal tulisan ini. Ketiga pernyataan itu yang paling saya soroti ketika seorang selebriti berhijab adalah "Jilbabin dulu saja hatinya, baru kepalanya". Kemudian pernyataan ini seringkali digunakan untuk alasan orang enggan menggunakan hijab.

Urusan Hati

Mulai menggunakan hijab adalah salah satu proses dalam berhijrah. Agar lebih umum, mari bahas proses berhijrahnya.

Hijrah dan hati, seakan-akan sesuatu yang bertolak belakang jika kita membaca pernyataan-pernyataan diatas. Padahal sesungguhnya proses hijrah dimulai dari hati. Kekuatan menggerakan dari hati. Singkatnya, hijrah adalah soal hati.

Sangat naif jika kita hanya menilai hijrah hanya dari tampilan luarnya saja. Hanya dari helai kain hijabnya saja. Sementara, cerita konflik batin yang umumnya terjadi pada orang berhijrah, jarang menjadi hal yang menarik minat.

Ada tantangannya lho!

Secara umum, orang yang memulai proses hijrah, harus mampu dan siap untuk:
  1. Mendapat celaan dari orang lain.
  2. Diragukan kesiapan berhijrahnya.
  3. Istiqomah untuk terus belajar menjadi lebih takwa.
Itu beberapa tantangan dan konsekuensi yang mungkin timbul. Belum lagi ketika berproses menjadi lebih syar'i. Tantangannya semakin besar. Mulai dari dikait-kaitkan dengan aliran-aliran tertentu. Bahkan dikait-kaitkan dengan teroris.

Kemampuan dan kesiapan menjalani tantangan diatas nggak sekedar hanya dilalui oleh hati yang cemen. Dibutuhkan hati yang berakar mantap pada keimanan sebagai tujuan hidup. Kesiapan mental yang mantap.

Aku yakin, ketika selebriti muncul pertama kali di hadapan masyarakan dengan hijabnya. Mereka dibelakang kita, telah menjalani proses yang panjang dan bisa jadi rumit untuk memutuskan berhijab. Apalagi seorang pesohor, harus siap dengan "penghakiman" dari warganet, fans, dan haters. Lalu, darimana lagi tekad itu jika bukan dari hati?

Yang Penting meng-hijab-i hati

Sungguh arif jika kita seharusnya membuka hati dan bukan dihijabi (ditutupi). Semoga Allah SWT senantiasa membuka hati kita semua untuk mendapatkan kebenaran dan pengetahuan untuk lebih bertakwa.

Karena sependek pengetahuan saya, dalam syariat yaitu

Perintah untuk membuka hati

Larangan membuka aurat.

Bukan sebaliknya: membuka aurat dan menghijabi (menutupi) hati.

Terakhir, hijrah bukan berarti kita akan kehilangan jati diri. Tapi hijrah akan memperkuat jati diri kita sehingga lebih kokoh dan tangguh.

Teringat pesan sahabat:

Tetaplah menjadi diri Gani sendiri, dengan terus menjadi pribadi yang lebih baik.

Wallahu 'alam bishowwab.