Bukan Pray For biasa. Ini nyesek. Tapi bergemelut rasa dalam hati. Ini lebih sakit daripada — ditinggal pas lagi sayang-sayangnya —
Bukan kisah perjuangannya. Ini kisah perjalanan hati dan kesan, yang tersentuh kabar ini. Gemuruh besar dalam hati mendengar kabar meninggalnya pejuang Palestina. Korban ke-119 dari aksi Great March of Return.
Maaf, Korban? Bukan! Ini bukan korban! Perjuangannya tak layak membuat dia disebut korban. Mujahidah, Ya, Mujahidah.
Awal mendengar kabar ini terkesan runyam. Intelektualitas yang berbicara. Hanya menggaris bawahi bahwa itu adalah pelanggaran aturan dalam perang. "Kan nggak boleh nyerang tenaga medis pas perang? Kok bego sih? Kok gini sih, kok gitu sih?
Ternyata hati ini ikut merespon. Berkecamuk! Banget! Muncul rasa sedih, kasihan, marah, kesal. Emosi yang nggak bisa diungkapkan. Kadang sesekali bertanya pada kekosongan. "Kenapa ini terus-terusan begini. Kenapa selalu mereka? Kenapa selalu kami? Kenapa selalu kita?"
Setiap kabar itu bergulir di linimasa sosial media. Saya selalu bergumam, "Aduh, yaa Allah. Kenapa?". Kadang suka nggak sabar ingin "menagih" janji Allah. "Ya Allah menangkan Palestina yaa Allah. Kuatkan mereka. Harus berapa banyak darah lagi yang harus bertumpah-ruah".
Selalu, disaat yang hampir bersamaan dengan "ketidaksabaran" itu. Sisi lain hati menampar.
Gan, semua butuh proses, butuh perjuangan. Doakan mereka. Support mereka. Allah sedang memilih siapa saja hambanya yang layak mendapat hadiah pahala syahid. Allah sedang memilih. Doakan wafat mereka syahid, doakan, doakan, doakan.
#Razan, dan Mujahid lainnya. Kini aku tersenyum. Masyaa Allah. Masya Allah. Masya Allah.
Wafatnya Razan bukankah sungguh sangat indah. Allah wafatkan di hari yang mulia. Jumat, yaa hari Jumat di bulan yang agung, bulan yang mulia, Ramadan. Dalam kondisi sedang jihad di Jalan Allah. InsyaAllah syahid. Sebuah kematian yang didambakan muslim manapun. Malaikat menyaksikan, mendoakan, menghantarkan, dan mengiringi jenazahmu.
Yaa, ini menampar diri sendiri. Tak berani membayangan kematian diri sendiri. Sekarang aku mengasihani diri sendiri. Surga belum jelas, hisab menegangkan, amalan berantakan. Masih merasa aman, dengan diri sendiri. Naudzubillah.
Salam untuk saudara/i mujahidin di seluruh dunia. Yang sedang memperjuangkan hak-haknya. Yang sedang berjuang di jalan Allah. Kami disini —masih— hanya bisa mendoakan kalian.
Salah satu doaku, Semoga Allah pertemukan kita di surga-Nya.
Kami melakukan ini atas dasar cinta pada negeri kami. Ini adalah proyek amal kemanusiaan. Kami melakukan ini bukan untuk uang, kami melakukan ini untuk Allah.— Razan al-Najjar