Sore ini sembari menunggu masuknya waktu magrib, mari kita membahas sedikit tentang siwak. Saya ambil sumber dari kitab Fiqih Islam Waadilatuhu jilid 1. Bagian I tentang Ibadah dan BAB Pertama tentang Thaharah. Sehingga mungkin banyak terdapat kata-kata yang sama dengan di bukunya. Dan InsyaAllah ini tulisan pertama saya tentang ibadah dan keislaman, jadi mohon maaf jika masih banyak kekurangan.
Apa itu siwak?
Secara Bahasa, kata Siwak diambil dari nama dahan/ranting tanaman yang biasa digunakan Rasulullah SAW untuk membersihkan gigi. Siwak juga biasa dikenal dengan nama miswak.Secara Istilah (Syara') siwak berarti menggunakan ranting atau yang lain seperti pasta gigi dan sabun untuk menggosok gigi dan bagian sekelilingnya, dengan tujuan menghilangkan kuning gigi dan sejenisnya.
Bersiwak dalam Hukum Islam
Bersiwak merupakan perbuatan yang disunahkan dalam agama, karena ia merupakan usaha membersihkan mulut dan orang yang melakukannya akan mendapat keridhaan Allah sesuai dengan sabda Nabi SAW,"Bersiwak adalah membersihkan mulut dan memperoleh keridhaan Allah."Sebagian fuqaha mengatakan bahwa para ulama telah satu pendapat, bahwa bersiwak adalah sunnah mu'akkad, karena syara' sangat menganjurkannya. Rasulullah saw. juga mengamalkannya secara terus menerus, dan menganjurkan ummatnya untuk melakukannya.Riwayat Imam Ahmad dan an-Nasa'i dari Aisyah.
Bersiwak sunnah dilakukan pada waktu berwudhu, setelah membasuh kedua tangan dan sebelum berkumur. Sunnah pula dilakukan pada saat bau mulut atau gigi berubah yang disebabkan karena tidur, makan, lapar, tidak berbicara dalam waktu lama, ataupun karena banyak berbicara.
Rasulullah saw. bersabda,
"Jika tidak karena (khawatir) memberatkan umatku, maka niscaya aku perintahkan mereka supaya bersiwak pada setiap hendak berwudhu"Di riwayat lain dalam shahih al-Bukhari dan Muslim Huzaifah bermaksud "Apabila Rasulullah saw. bangun dari tidur, beliau mencuci mulutnya dengas bersiwak."Diriwayatkan oleh al-Bukhari, juga diriwayatkan oleh an-Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah.
Bersiwak juga dianjurkan ketika hendak membaca Al-Qur'an, berbicara tentang agama, mempelajari ilmu syara', berdzikir menyebut nama Allah, bangun tidur, memasuki rumah, ketika dan pada waktu menghadapi kematian, pada waktu sahur, setelah makan, setelah witir, dan bagi mereka yang berpuasa (untuk melakukannya) sebelum waktu zuhur. Ulama Syafi'i menambahkan untuk mencungkil celah-celah gigi untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan ketika sebelum dan sesudah bersiwak.
Bersiwak ketika Puasa
Pendapat yang mengatakan Makruh
Menurut ulama Syafi'i dan Hambali, bersiwak ketika puasa makruh hukumnya apabila dilakukan seteleh matahari tergelincir, atau ketika masuk waktu zuhur hingga terbenam matahari (maghrib). Pendapat ini berdasarkan kepada sabda Nabi Muhammad saw. dalam sahih al-Bukhari dan Muslim,Bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak Misik."Hadits tersebut menganjurkan untuk membiarkan bau mulut ketika berpuasa, dan makruh apabila menghilangkan bau mulut ketika berpuasa. Hukum makruh ini berakhir ketika masuk waktu maghrib karena pada waktu itu tidak dihitung sebagai waktu orang yang berpuasa.
Pendapat yang mengatakan Boleh (Tidak Makruh)
Pendapat Ulama Maliki dan Hanafi tentang bersiwak ketika puasa tidaklah makruh. Pendapat ini mutlak menurutnya dan didasarkan kepada umumnya hadits yang menganjurkan bersiwak. Hal ini juga didasarkan pada sabda Rasulullah saw."Di antara sifat orang berpuasa yang baik adalah bersiwak."Kemudian Rabi'ah bin Amr mengatakan, "Aku tidak dapat menghitung berapa kali aku melihat Rasulullah bersiwak pada waktu Rasul sedang Berpuasa." Riwayat ini dari Ahmad dan at-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan. Diriwayatkan juga oleh Imam Hadits yang enam dan Ibnu Khuzaimah.Riwayat Ibnu Majah dari Aisyah
Bersambung...